Beranda | Artikel
Derajat Hadits Shalat Tarawih Dua Puluh Tiga Rakaat
Selasa, 19 Oktober 2004

DERAJAT HADITS SHALAT TARAWIH DUA PULUH TIGA RAKA’AT

oleh
Al-Utadz Abdul Hakim bin Amir Abdat

Hadits Pertama
“Artinya : Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Nabi Shallahu ‘alaihi wa sallam, shalat di bulan Ramadlan dua puluh raka’at, [Hadits riwayat : Ibnu Abi Syaibah, Abdu bin Humaid, Thabrani di kitabnya Al-Mu’jam Kabir dan Awsath, Baihaqi dan bnu Adi dan lain-lain]

Di riwayat lain ada tambahan : “Dan (Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) witir (setelah shalat dua puluh raka’at)”. Riwayat ini semuanya dari jalan Abu Syaibah, yang namanya : Ibrahim bin Utsman dari Al-Hakam dari Miqsam dari Ibnu Abbas.

Imam Thabrani berkata : “Tidak diriwayatkan dari Ibnu Abbas melainkan dengan isnad ini”.
Imam Baihaqi berkata : “Abu Syaibah menyendiri dengannya, sedang dia itu dla’if”.
Imam Al-Haistami berkata di kitabnya “Majmauz Zawaid (3/172) : “Sesungguhnya Abu Syaibah ini dla’if”.
Al-Hafidz (Ibnu Hajar) berkata di kitabnya Al-Fath (syarah Bukhari) : “Isnadnya dla’if”.
Al-Hafidz Zaila’i telah mendla’ifkan isnadnya di kitabnya Nashbur Rayah (2/153).

Demikian juga Imam Shan’ani di kitabnya Subulus Salam (syarah Bulughul Maram) mengatakan tidak ada yang sah tentang Nabi shalat di bulan Ramadlan dua puluh raka’at.

Saya berkata : Bahwa hadits ini “Dlai’fun Jiddan” (sangat leamhf). Bahkan muhaddits Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani mengatakan : “Maudlu”. Tentang kemaudlu’an hadits ini telah beliau terangkan di kitabnya “Silsilah Hadits Dla’if wal Maudlu” dan “Shalat Tarawih” dan “Irwaul Ghalil”. Siapa yang ingin mengetahui lebih luas lagi tentang masalah ini, bacalah tiga kitab Al-Albani di atas, khususnya kitab shalat tarawih.

Sebagaimana telah kita ketahui dari keterangan beberapa ulama di atas sebab lemahnya hadits ini, yakni karena di isnadnya ada seorang rawi tercela, yaitu Ibrahim bin Utsman Abu Syaibah. Tentang dia ini, ulama-ulama ahli hadits menerangkan kepada kita :

1. Kata Imam Ahmad, Abu Dawud, Muslim, Yahya, Ibnu Main dan lain-lain : “Dla’if”.
2. Kata Imam Tirmidzi : “Munkarul Hadits”.
3. Kata Imam Bukhari : “Ulama-ulama (ahli hadits) mereka diam tentangnya” (ini satu istilah untuk rawi lemah tingkat tiga).
4. Kata Imam Nasa’i dan Daulaby : “Matrukul Hadits”.
5. Kata Abu Hatim : “Dla’iful Hadits, Ulama-ulama diam tentangnya dan mereka (ahli hadits) meninggalkan haditsnya”.
6. Kata Ibnu Sa’ad : “Adalah dia Dla’iful Hadits”.
7. Kata Imam Jauzajaniy : “Orang yang putus” (satu istilah untuk lemah tingkat ketiga).
8. Kata Abu Ali Naisaburi : “Bukan orang yang kuat (riwayatnya)’.
9. Kata Imam Ad-Daruquthni : “Dla’if”.
10. Al-Hafidz menerangkan : “Bahwa ia meriwayatkan dari Al-Hakam hadits-hadits munkar”.

Periksalah kitab-kitab :

1. Irwaul Ghalil, oleh Muhaddits Syaikh Al-Albani. 2 : 191, 192, 193.
2. Nashbur Raayah, oleh Al-Hafidz Zaila’i. 2 : 153.
3. Al-Jarh wat Ta’dil, oleh Imam Ibnu Abi Hatim. 2 : 115
4. Tahdzibut-Tahdzib, oleh Imam Ibnu Hajar. 1 : 144, 145
5. Mizanul I’tidal, oleh Imam Adz-Dzahabi. 1 : 47, 48

Hadits kedua.
“Artinya : Dari Yazid bin Ruman, ia berkata : Adalah manusia pada zaman Umar bin Khattab mereka shalat (tarawih) di bulan Ramadlan dua puluh tiga raka’at“. [Hadits Riwayat : Imam Malik di kitabnya Al-Muwath-tha 1/115]

Keterangan :
Hadits ini tidak sah ! Ketidaksahannya ini disebabkan karena dua penyakit :

Pertama : “Munqati” (Terputus Sanadnya). Karena Yazid bin Ruman yang meriwayatkan hadits ini tidak bertemu dengan Umar bin Khaththab atau tidak sezaman dengannya. Imam Baihaqi sendiri mengatakan : Yazid bin Ruman tidak bertemu dengan Umar. Dengan demikian sanad hadits ini terputus. Sanad yang demikian oleh Ulama-ulama ahli hadits namakan Munqati’. Sedang hadits yang sanadnya munqati’ menurut ilmu Musthalah Hadits yang telah disepakati, masuk kebagian hadits Dla’if yang tidak boleh dibuat alasan atau dalil.

Tentang tidak bertemunya Yazid bin Ruman ini dengan Umar telah saya periksa seteliti mungkin di kitab-kitab rijalul hadits yang ternyata memang benar bahwa ia tidak pernah bertemu atau sezaman dengan Umar bin Khattab.

Kedua. Riwayat diatas bertentangan dengan riwayat yang sudah shahih di bawah ini :

Hadits Ketiga.
“Artinya : Dari Imam Malik dari Muhammad bin Yusuf dari Saib bin Yazid, ia berkata : “Umar bin Khattab telah memerintahkan Ubay bin Ka’ab dan Tamim Ad-Dariy supaya keduanya shalat mengimami manusia dengan sebelas rakaat“.

Sanad hadits ini shahih, karena :
1. Imam Malik seorang Imam besar lagi sangat kepercayaan yang telah diterima umat riwayatnya.
2. Muhammad bin Yusuf seorang kepercayaan yang dipakai riwayatnya oleh Imam Bukhari dan Muslim.
3. Sedang Saib bin Yazid seorang shahabat kecil yang bertemu dan sezaman dengan Umar bin Khatab.
4. Dengan demikian sanad hadits ini Muttashil/bersambung.

Kesimpulan.

  1. Riwayat-riwayat yang menerangkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di bulan Ramadlan (shalat tarawih) 20 raka’at atau 21 atau 23 raka’at tidak ada satupun yang shahih. Tentang ini tidak tersembunyi bagi mereka yang alim dalam ilmu hadits.
  2. Riwayat-riwayat yang menerangkan bahwa di zaman Umar bin Khattab para shahabat shalat tarawih 23 raka’at tidak ada satupun yang shahih sebagaimana keterangan di atas. Bahkan dari riwayat yang Shahih kita ketahui bahwa Umar bin Khattab memerintahkan shalat tarawih dilaksanakan sebelas raka’at sesuai dengan contoh Rasululullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam [1].

[Disalin dari kitab Al-Masaa-il (Masalah-Masalah Agama)- Jilid ke satu, Penulis Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, Terbitan Darul Qolam – Jakarta, Cetakan ke III Th 1423/2002M]
______
Footnote
[1]. Ditulis tanggal 14-3-1986


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/1115-derajat-hadits-shalat-tarawih-dua-puluh-tiga-rakaat.html